Tarakan, Bawaslu Kaltara – Dalam rangka mengantisipasi potensi pelanggaran pasca Pemilihan Serentak 2024, Bawaslu Kalimantan Utara (Kaltara) menggelar Rapat Kerja Teknis (Rakernis) terkait penanganan pelanggaran kode etik pasca pengawasan dan penanganan pelanggaran pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Kegiatan ini berlangsung di Swiss-belhotel Tarakan, Rabu (20/12/2024).
Anggota Bawaslu Kaltara, Arif Rochman, dalam sambutannya menekankan pentingnya penguasaan asas dan prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemilu oleh seluruh penyelenggara. “Asas penyelenggara pemilu harus dihafal dan tertanam dalam sanubari kita. Asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil harus benar-benar kita kuasai,” ujar Arif.

Lebih lanjut, Arif, menambahkan bahwa prinsip-prinsip penyelenggara pemilu juga menjadi hal mendasar yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh penyelenggara. “Ada sebelas prinsip yang harus kita hafal, pahami, dan laksanakan, yaitu mandiri, jujur, adil, tertib, berkepastian hukum, terbuka, proporsional, profesional, efektif, efisien, dan akuntabel. Jika kita memahami asas dan prinsip ini, maka kita akan menjadi penyelenggara pemilu yang paripurna dan memahami demokrasi,” tambahnya sebelum membuka acara secara resmi.
Rakernis ini menghadirkan narasumber dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Kalimantan Utara yang terdiri dari berbagai unsur, yaitu tokoh masyarakat, KPU, Bawaslu, serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI. Setiap unsur TPD memiliki peran penting dalam penanganan pelanggaran kode etik.
Mumaddadah, salah satu narasumber dari unsur tokoh masyarakat, menjelaskan bahwa pelanggaran etik berbeda dengan pelanggaran hukum. “Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum, tetapi pelanggaran hukum sudah pasti melanggar etik. Etik ini, jika diibaratkan, adalah saringan yang lebih halus daripada hukum,” terangnya.
Ia juga menegaskan bahwa peraturan DKPP berlaku untuk seluruh tingkatan penyelenggara, termasuk unsur sekretariat. “Peraturan DKPP tidak hanya mengikat ketua dan anggota penyelenggara, tetapi juga seluruh unsur penyelenggara, termasuk sekretariat,” tegas Mumaddadah.
Herman, narasumber dari unsur KPU, menjelaskan bahwa TPD memiliki kewenangan untuk memeriksa penanganan pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara di tingkat daerah, mulai dari provinsi hingga kecamatan. “Tugas TPD, baik dari unsur KPU maupun Bawaslu, adalah membantu DKPP dalam memeriksa pelanggaran kode etik di tingkat daerah,” jelasnya.

fadliansyah( tengah ) dan KPU Herman (Kiri) pada saat Menyampaikan materi tentang penanganan pelanggaran kode etik
Sementara itu, Fadliansyah dari unsur Bawaslu menekankan bahwa pelanggaran etik lebih luas cakupannya dibandingkan dengan pelanggaran hukum. “Jika hukum diibaratkan seperti jaring harimau yang menangkap segala bentuk pelanggaran, maka etik memiliki jangkauan yang lebih luas dan spesifik,” ungkapnya.
Anggota DKPP RI, M. Tio, yang turut hadir sebagai narasumber, menjelaskan bahwa banyak laporan pelanggaran kode etik yang diterima DKPP terkait pelanggaran Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. “Kode etik tidak hanya menyangkut tahapan pemilu, tetapi juga non-tahapan, seperti perbuatan asusila dan pelecehan seksual,” pungkasnya.
Dengan kegiatan ini, Bawaslu Kaltara berharap dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensi penyelenggara pemilu di tingkat daerah dalam menangani pelanggaran kode etik demi menjaga integritas demokrasi.
Penulis : Yusril
Editor : Kyoto_R
Discussion about this post